Seiring berjalannya zaman yang penuh dengan gaya hidup instan, manusia semakin melupakan kesehatan tubuhnya. Alih-alih memperbanyak kegiatan olahraga karena banyaknya kegiatan yang dilakukan dengan mesin, mereka malah semakin gemar bermalas-malasan dengan ditemani berbagai makanan yang tidak sehat. Inilah yang kemudian menjadikan munculnya penyakit-penyakit kelainan saraf yang semakin banyak dan beragam bentuknya. Gaya hidup tidak sehat tersebut tidak hanya berpengaruh pada diri sendiri, akan tetapi juga pada keturunan yang berimbas pada kecacatan yang disebabkan kelainan saraf. Keadaan seperti itu, nyatanya membuat beberapa orang semangat dalam belajar mengenai saraf yaitu dokter spesialis saraf. Sosok dokter tidak hanya sekedar profesi yang menjanjikan tapi sebuah pekerjaan mulia untuk menyelamatkan kehidupan umat manusia. Dokter tidak bekerja atas dasar uang yang didapatkan, akan tetapi bentuk pengabdian pada negara dengan ilmu yang telah mereka pelajari dan atas dasar kemanusiaan. Dalam hal ini dokter spesialis saraf adalah salah satunya.
Dokter spesialis saraf merupakan dokter yang menangani khusus kelainan pada sistem saraf. Dalam praktiknya dokter ini harus memiliki kemampuan untuk mendiagnosis, merawat, mengeksplorasi penyakit atau sesuatu hal yang berhubungan dengan saraf. Dokter dengan keahlian tersebut harus mengantongi gelar Sp.S. atau Spesialis Saraf. Ada beberapa sekolah kedokteran spesialis saraf di Indonesia yaitu Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Airlangga Surabaya (UNAIR), Universitas Padjajaran (UNPAD), dan Universitas Sumatera Utara (USU).
Di Indonesia dokter spesialis saraf masih terbilang minim. Keadaan tersebut tidak sebanding dengan banyaknya penderita penyakit saraf di Indonesia. Selain tahap yang sulit, ditempuh dalam waktu yang relatif lama, minat yang tidak terlalu banyak di bidang saraf ditambah dengan biaya yang tidak sedikit, membuat dokter spesialis saraf ini sangat sedikit jumlahnya. Untuk menjadi dokter spesialis saraf, dibutuhkan pendidikan lanjutan setara dengan pendidikan S2. Dari kuliah dokter, kemudian mengambil kuliah lanjutan dokter spesialis lalu melakukan beberapa hal sampai dinyatakan dinyatakan sah dan mampu sebagai dokter spesialis. Biaya kuliah dokter spesialis saraf berbeda-beda bergantung dengan universitasnya. Untuk dokter spesialis saraf sendiri biasanya ditempuh dalam waktu tiga sampai lima tahun.
Untuk dapat diterima sebagai mahasiswa jurusan kedokteran spesialis saraf, ada beberapa persyaratan umum yang harus dipenuhi yaitu Curiculum Vitae atau daftar riwayat hidup, ijazah dan transkrip nilai sarjana kedokteran, ย Surat Tanda Registrasi (STR) dokter, bukti kelulusan Ujian Kompetensi Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter (UKMPPD) dari Asosiasi Institusi Perguruan Tinggi Kedokteran Indonesia (AIPKI), dan Kartu keanggotaan asuransi kesehatan. Beberapa syarat tersebut belum termasuk dalam persyaratan khusus untuk memasuki suatu universitas atau bimbel kedokteran. Kemudian selain mempersiapkan materi studi kedokteran, untuk menjadi mahasiswa kedokteran spesialis juga perlu melatih kompetensi bahasa Inggrismu, terlebih biasanya program studi kedokteran mewajibkan calon mahasiswa untuk memiliki skor TOEFL di atas 500. Saat ini universitas terbaik dalam bidang dokter spesialis masih dipegang oleh Universitas Indonesia.
Menjadi dokter spesialis memang tidak mudah. Sebagai dokter spesialis saraf yang menangani diagnosis, pengobatan, dan pengelolaan gangguan pada sistem saraf, seseorang harus memiliki tingkat konsentrasi serta kecermatan dalam mengamati sesuatu. Sistem saraf memiliki jaringan kompleks yang tersusun atas saraf, pembuluh darah, jaringan, dan otot, yang membentuk cabang sistem saraf yang berbeda, termasuk sistem saraf pusat, perifer, otonom, dan somatik.
Seringkali orang melakukan diagnose tersendiri dan mengatakan bahwa mereka mengalami penyakit yang berkaitan dengan saraf, pada kenyataannya banyak yang tidak sesuai sehingga kadang menyulitkan dokter spesialis untuk melakukan penanganan. Pasien yang seperti itu seringkali berpikir bahwa dokter spesialis saraf sebagai penyedia layanan kesehatan primernya, namun sebenarnya langkah yang tepat dalam menentukan suatu penyakit atau melakukan pengobatan awal adalah dengan berobat ke dokter keluarga atau dokter umum sebagai penyedia layanan primer. Setelah melakukan konsultasi dengan dokter keluarga atau dokter umum, pasien akan dirujuk kepada dokter spesialis saraf jika terdapat tanda dan gejala gangguan saraf.
Pengobatan tidak hanya sampai di sana. Pasien harus kembali menemui dokter umum untuk membahas hasil konsultasi yang didapatkan setelah ke dokter spesialis. Barulah kemudian dilakukan konsultasi lanjutan dengan dokter spesialis saraf untuk memantau perkembangan penyakit atau pengobatan setelah ditentukan penyakit dari diagnosa yang ada.
Selama konsultasi lanjutan berlangsung, dokter spesialis saraf akan meninjau riwayat kesehatan pasien, terutama yang berkaitan dengan saraf atau pengobatan yang dijalani baru-baru hari. Pasien akan diminta untuk memberitahukan tentang masalah, tanda, atau gejala yang mengganggu pasien, serta perawatan di rumah sakit atau prosedur pembedahan yang telah dijalani baru-baru ini. Dokter spesialis saraf juga akan menanyakan tentang obat yang dikonsumsi pasien untuk mengobati penyakit lain.
Konsultasi tersebut nantinya akan diarahkan untuk pemeriksaan neurologis. Pemeriksaan tersebut tentunya berbeda-beda berganting dengan keluhan utama, riwayat gangguan, pengobatan, dan penanganan yang pernah dilakukan. Ada beragam tes yang perlu diketahui seorang dokter spesialis untuk setiap diagnosis yang berbeda-beda. Karena macam penyakit saraf yang begitu banyak, maka materi yang harus dipelajari juga banyak. Seperti itulah kiranya tahapan serta kesulitan seorang doktes spesialis saraf.